Polemik 12 Tahun, Pagar Beton Bapenda Malinau di Atas Lahan Warga Akhirnya Dibongkar

PENYEROBOTAN  : Ini bukan sekadar soal pagar. Ini menyangkut hak warga negara yang diabaikan. Bagaimana mungkin kantor pengelola pajak justru mengambil hak rakyat tanpa penyelesaian hukum? Ini patut disebut sebagai penyerobotan. (foto: Samiun.HB)

TeropongKaltara.com, MALINAU – Polemik yang terjadi selama kurang lebih 12 tahun, pagar beton dibangun Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) di Atas lahan warga akhirnya dibongkar, Sabtu (3/5/2025) sekitar pukul 04.00 WITA.

Pagar beton yang bertahan hingga lebih dari satu dekade dan menuai polemik ini, milik Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Bapenda.

Pembongkaran ini dilakukan setelah warga bernama Mardani HB mengklaim, bahwa pagar tersebut berdiri di atas tanah miliknya sejak 2013 silam tanpa izin maupun ganti rugi dari pihak pemerintah.

“Saya sudah bertahun-tahun menuntut kejelasan. Saya baru mengetahui pagar Samsat itu berdiri di atas tanah saya sejak tahun 2022. Kami langsung melayangkan surat ke Samsat Malinau dan mengajukan gugatan,” ungkap Mardani, kepada Teropongkaltara.com.

Mardani menyebut, sempat ada upaya penyelesaian melalui musyawarah. Saat itu, pihak Samsat menyatakan kesediaan memberikan ganti rugi. Namun, kesepakatan tersebut dibatalkan secara sepihak tanpa penjelasan resmi, bahkan hanya disampaikan melalui pesan WhatsApp.

Foto: Mardani.HB Ketika di Ruang Tunggu Asisten III, Provinsi Kaltara

“Padahal, pada Rabu, 2 April lalu, saya sudah menghadap Asisten III Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, Bapak Polymart Sijabat, untuk menyampaikan persoalan ini. Saya kemudian dipertemukan dengan dua staf Bapenda Provinsi Kaltara,” ungkap Mardani.

Mereka, sambungnya, mengaku bahwa anggaran untuk ganti rugi sebenarnya tersedia. Tapi anehnya, mereka menyatakan lahan saya dianggap tidak layak mendapat kompensasi dengan berbagai alasan. Ini jelas bentuk inkonsistensi dan tidak komitmennya terhadap janji kepada masyarakat.

Mardani juga mengungkapkan, bahwa proses sertifikasi lahannya difasilitasi oleh pihak Samsat. Namun, setelah sertifikat resmi terbit, mereka justru tidak lagi menerima kejelasan dan hanya diberikan janji sejak 2024.

“Tiba-tiba mereka bilang, lahan saya tidak layak diganti. Padahal, lahan ini sudah mereka gunakan lebih dari 10 tahun. Sekarang memang sudah dibongkar, tapi masalah utamanya belum selesai,” tambahnya.

Dalam proses pembongkaran, satu unit alat berat dikerahkan untuk merobohkan pagar yang berada di Jalan Raja Pandita RT 2 Nomor 14, Desa Malinau Hulu (Teluk Sanggan).

Meski demikian, Mardani menegaskan, bahwa pembongkaran pagar bukanlah solusi akhir. Dia bersama keluarganya tetap akan menempuh jalur hukum, guna menuntut kompensasi atas dugaan penyerobotan lahan sejak 2013 lampau.

“Ini bukan sekadar soal pagar. Ini menyangkut hak warga negara yang diabaikan. Bagaimana mungkin kantor pengelola pajak justru mengambil hak rakyat tanpa penyelesaian hukum? Ini patut disebut sebagai penyerobotan,” tegasnya serius.*

Wartawan: Selamat AL

Editor: Suryo


Eksplorasi konten lain dari Teropongkaltara.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

More From Author

Wagub Ingkong Ingatkan ASN Tunjukkan Semangat Kerja dan Integritas dalam Melayani Masyarakat

Sestama BNPP Tinjau Kawasan Perbatasan Malinau dan Nunukan

Tinggalkan Balasan