TeropongKALTARA.com, TANJUNG SELOR – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kalimantan Utara (Kaltara) melontarkan kritik keras terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), terkait kegiatan silaturahmi dan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) serta Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan sejumlah media di Tanjung Selor, Sabtu (5/10/2024). SMSI menilai Bawaslu Kaltara bertindak diskriminatif dengan tidak mengundang SMSI sebagai salah satu organisasi pers terbesar di wilayah tersebut.
Didi Febriyandi, Sekretaris Umum SMSI Kaltara, menyebut tindakan Bawaslu ini mencerminkan sikap tebang pilih yang tidak semestinya dilakukan oleh lembaga negara yang semestinya netral dan inklusif.
“Kami tidak mendapat undangan atau pemberitahuan resmi. Padahal, SMSI mewadahi puluhan media siber di Kaltara yang seharusnya dilibatkan dalam kerja sama yang menyangkut kepentingan publik dan informasi pemilu,” tegas Febri, Sabtu (5/10/2024) malam.
Indikasi Diskriminasi Terhadap Media Siber:
SMSI Kaltara yang menaungi 52 perusahaan media siber di seluruh Kaltara, merasa diabaikan meskipun memiliki peran strategis dalam penyebaran informasi publik.
Febri menambahkan, dalam Anggaran Dasar (AD) SMSI disebutkan bahwa organisasi ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem industri media siber yang sehat, mandiri, dan bermartabat.
“Kami relevan dalam kemitraan dengan Bawaslu, terutama dalam hal pengawasan pemilu, pemberitaan tahapan pemilu, pelanggaran, hingga penyebaran informasi yang akurat dan bertanggung jawab,” jelas Didi Febriyandi.
SMSI yang secara resmi terdaftar di Dewan Pers, memiliki tanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang yang menjamin kebebasan pers. Febri menegaskan, bahwa SMSI memiliki peran penting dalam memastikan media siber menjalankan fungsi kontrol sosialnya secara profesional dan independen.
Kekecewaan Mendalam dari Anggota SMSI:
Ketua SMSI Kabupaten Bulungan, Rachmad Rhomadhani, yang hadir dalam acara tersebut juga menyatakan kekecewaannya.
Meskipun diundang secara personal sebagai perwakilan media, bukan dalam kapasitas sebagai Ketua SMSI Bulungan. Rachmad merasa organisasi yang dipimpin tidak dianggap oleh Bawaslu Kaltara.
“Bawaslu seharusnya mengundang secara resmi SMSI sebagai organisasi yang menaungi media siber, bukan hanya mengundang individu media secara terpisah,” katanya.
Lebih lanjut, Rachmad mengkritisi cara Bawaslu dalam menjalin kerja sama tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan organisasi media yang memiliki peran strategis dalam penyebaran informasi pemilu.
“Ke depan, Bawaslu perlu lebih inklusif dan profesional dalam menjalin kerja sama, agar seluruh media, khususnya yang di bawah naungan SMSI dapat berpartisipasi secara merata,” ujarnya.
Tuntutan Transparansi dan Kerjasama yang Adil:
SMSI Kaltara menuntut Bawaslu Kaltara untuk lebih transparan dan adil dalam menjalin kerja sama dengan semua organisasi pers di Kaltara.
Sikap eksklusif yang ditunjukkan dalam kegiatan ini hanya akan menciptakan kesenjangan dan memperlemah hubungan antara lembaga penyelenggara pemilu dan media yang seharusnya saling mendukung demi menjaga integritas pemilu.
“Media siber di bawah naungan SMSI harus dilibatkan secara merata. Jika belum ada data yang valid atau informasi terkait, seharusnya ada komunikasi terbuka dengan kami,” tegas Rachmad.
Dengan sorotan tajam terhadap tindakan Bawaslu Kaltara ini, SMSI berharap adanya perbaikan sikap dan pendekatan yang lebih inklusif demi kemitraan yang sehat antara lembaga negara dan media.* (SMSI Kaltara)
Terkait
Eksplorasi konten lain dari Teropong Kaltara
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.