Ketua Kadin Provinsi Kalimantan utara (Kaltara) Kilit Laing.
TeropongKALTARA.com, MALINAU – Pengusaha jasa konstruksi di wilayah Kabupaten Mainau, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), mengeluhkan harga satuan barang dan jasa ditetapkan pemerintah, karena dinilai tidak sesuai dengan kondisi apa yang terjadi di lapangan.
Hal ini menyebabkan pengusaha Jasa Konstruksi acap kali mengalami kerugian dengan cara pemerintah daerah menetapkan harga satuan barang dan jasa dalam Standar Satuan Harga (SSH) serta mengetahui faktor penyesuaian yang diperhitungkan dalam penetapan harga satuan.
“Selain harga satuan tidak sesuai dengan kondisi harga di lapangkan, juga berkaitan erat dengan ketentuan keuntungan kontraktor maksimal 15 persen,” kata salah satu kontraktor lokal yang enggan disebutkan jatidirinya kepada TeropongKALTARA.com, Senin (22/1/2024).
Pengusaha jasa konstruksi lainnya mencontohkan, harga satuan untuk bahan baku atau material seperti batu dan pasir di kabupaten/kota lainnya yang sama berada di Provinsi Kaltara seperti Kabupaten Tana Tidung (KTT), Tarakan, provinsi dalam menyusun harga satuan pada paket proyek kegiatannya lebih tinggi dari Kabupaten Malinau.
“Harga satuan seperti harga pasir dan batu, semen mereka kenapa bisa tinggi dari Malinau. Pertanyaannya, kenapa mereka bisa. Tidak juga bermasalah. Sementara Kabupaten Malinau dan paling hujung yang berbatasan langsung dengan Malaysia (Negara Bagian Sabah dan Sarawak).,” kata dia.
“Kita, oke saja, misalnya harga satuan yang ditetapkan batu koral giling Rp430.000, Pasir Rp90.000. per/kibik, tetapi mereka survei engga terjadinya penyusutan ukuran atau penyusutan volume. Termasuk terkadang harga-harga tinggi, karena bahan bakar (BBM) naik,” papar pengusaha lainnya.
Hal ini, sambungnya, membuat kontraktor mengalami kerugian. Diharapkan, pemerintah melakukan evaluasi terhadap harga satuan yang ditetapkan.
Selain itu mempertimbangkan dampak sosial dan dana tidak terduga akibat harga dan volume material yang tidak sesuai.
Kegelisahan karena harga satuan pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai, kondisi di lapangan dapat membuat kontraktor gulung tikar serta takut menerima perkerjaan paket proyek pemerintah.
Selain harga satuan, sejumlah pengusaha juga membeberkan keluhan lain, yaitu keuntungan kontraktor. Sesuai Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia, yaitu 15 persen.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Malinau, diminta hendaknya kembali mengundang penyedia jasa konstruksi untuk melakukan konsultasi.
Pernyataannya itu mendapatkan dukungan pengusaha jasa konstruksi lainnya dan Ketua Kadin Provinsi Kalimantan utara (Kaltara), yakni Kilit Laing.
“Keluhan dan kesulitan kontraktor dalam melaksanakan proyek itu sudah sering kita suarakan. Orang-orang berpikir yang namanya proyek pasti untung besar, tapi orang tidak paham kesulitan dan keluhan kontraktor dalam mengerjakan suatu proyek,” jelas Kilit Laing.
Belum lagi jika mendekati akhir tahun, sambugnya, harga berubah disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Semua otomatis ikut naik.
“Sebagai kontraktor, kita sudah menerima pekerjaan itu dengan menandatangani kontrak. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita laksanakan kegiatan proyek tersebut. Jadi, tidak sedikit juga kontraktor mengalami kerugian setelah mengerjakan proyek,” ujar Ketua Kadin Kaltara Kilit Laing.*
Wartawan : Selamat AL
Editor : Surya
Terkait
Eksplorasi konten lain dari Teropong Kaltara
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.